NILAI-NILAI
PANCASILA DALAM KERANGKA PRAKTIK PENYELENGGARAAN NEGARA
Oleh
1. …………………………
2. …………………………
3. …………………………
4. …………………………
5. …………………………
6. …………………………
SEKOLAH MENENGAH
KEJURUAN (SMK) KARYA RUTENG
TAHUN AJARAN
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuni
yang diberikan-Nya kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik serta tepat pada waktunya.
Kami
sebagai kelompok 1 juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam menyusun makalah ini, terutama kepada teman-teman
kelompok, guru mata pelajaran PKn serta kedua orang tua kami yang telah ikut
ambil bagiannya masing-masing demi terselesaikannya makalah ini.
Makalah
ini berjudul “Nilai-nilai pancasila dalam kerangka praktik penyelenggaraan
negara” memuat tentang analisis Pancasila dalam praktek penyelenggaraan
Pemerintah NKRI dan bagaimana sistem pembagian kekuasaan Negara Republik
Indonesia.
Harapan
kami mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat serta menjadi tambahan
referensi bagi kita semua yang membaca, serta agar kita dapat lebih mengenal
lebih luas lagi tentang Pancasila.
Kami
juga menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca serta guru mata pelajaran PKn
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata kami
mengucapkan selamat membaca.
Ruteng, 28
September 2017
Kelompok 1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang 1
1.2.Rumusan Masalah 2
1.3.Tujuan dan Manfaat 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1.Nilai-Nilai Pancasila Dalam Praktek Penyelenggaraan
Negara 3
2.1.1.
Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan 3
2.1.2.
Nilai
Falsafah Hidup 4
2.1.3.
Nilai
Ideologi 4
2.1.4.
Nilai
Jiwa 5
2.1.5.
Nilai
Pandangan Hidup 5
2.2.Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia 6
2.2.1. Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia 7
BAB III PENUTUP 12
3.1. Kesimpulan 12
3.2. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki landasan
dalam penyelenggaraan negara. Landasan sebagai dasar negara dan sumber-sumber
nilai dalam segala kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia mengenal
Pancasila sebagai dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum yang
memiliki kedudukan tertinggi. Pancasila merupakan dasar dari norma-norma yang
tidak boleh dilanggar. Pancasila yang begitu agung tidak boleh dikesampingkan
dalam segala perjalanan penyelenggaraan negara. Namun pada kenyataannya,
Pancasila yang merupakan dasar dan ideologi negara dan merupakan kesepakatan
politik para founding father mulai
banyak yang mengabaikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dalam
perjalanan panjang kehidupan
berbangsa dan bernegara, Pancasila sering mengalami berbagai deviasi
dalamaktualisasi nilai-nilainya. Deviasi pengamalan Pancasila tersebut bisa
berupa penambahan,pengurangan, dan penyimpangan dari makna yang seharusnya.
Walaupun seiring dengan itu sering
pula terjadi upaya pelurusan kembali.
Seperti beberapa penyimpangan yang terjadi pada penyelenggaran
pemerintah yang terjadi pada perumusan Undang-Undang yang dilakukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. Penyimpangan tersebut berupa penyelewengan isi Undang-Undang
yang dirasa tidak sesuai dengan Nilai-Nilai Pancasila. Pancasila yang mempunyai nilai-nilai agung dirasa tidak
sejalan dengan beberapa Undang-Undang yang dirumuskan. Maka dari itu, perlu
adanya pemahaman dan penerapan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
bernegara, terutama oleh penyelenggara negara. Peraturan yang dibuat olah para
penyelenggara negara diharapkan dapat kembali sejalan dengan nilai-nilai
Pancasila, sehingga Dasar Negara tetap menjadi landasan hukum yang praktis
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian Pula dalam pembagian
kekuasaan pemerintahan seperti didapat garis-garis besarnya dalam susunan
ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah bersumber kepada susunan
ketatanegaraan Indonesia asli, yang dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran
falsafah negara Inggris, Perancis, Arab, Amerika Serikat dan Soviet Rusia.
Aliran pikiran itu oleh Indonesia dan yang datang dari luar, diperhatikan
sungguh-sungguh dalam pengupasan ketatanegaraan ini, semata-mata untuk
menjelaskan pembagian kekuasaan pemerintahan menurut konstitusi proklamasi.
Pembagian kekuasaan pemerintah Republik Indonesia 1945 berdasarkan ajaran
pembagian kekuasaan yang dikenal garis-garis besarnya dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia; tetapi pengaruh dari luar; diambil tindakan atas tiga
kekuasaan, yang dinamai Trias Politica, seperti dikenal dalam sejarah kontitusi
di Eropa Barat dan amerika Serikat. Ajaran Trias Politica diluar negeri pada
hakikatnya mendahulukan dasar pembagian kekuasaan, dan pembagian atas tiga
cabang kekuasaan (Trias Politica) adalah hanya akibat dari pemikiran
ketatanegaraan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang pemerintah dan untuk
menjamin kebebasan rakyat yang terperintah.
Ajaran Trias
Politika dilahirkan oleh pemikir Inggris Jhon Locke dan oleh pemikir Perancis
de Montesquieu dijabarkan dalam bukunya L’Espris des Lois, yang mengandung
maksud bahwa kekuasaan masing-masing alat perlengkapan negara atau lembaga
negara yang menurut ajaran tersebut adalah :
a.
Badan legislatif, yaitu badan yang
bertugas membentuk Undang-undang.
b.
Badan eksekutif yaitu badan yang
bertugas melaksanakan undang-undang
c.
Badan judikatif, yaitu badan yang
bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan megadilinya.
1.2. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
analisis Pancasila dalam praktek penyelenggaraan Pemerintah NKRI?
2.
Bagaimana
system pembagian kekuasaan Negara republic Indonesia?
1.3. Tujuan
dan Manfaat
Adapun tujuan adalah untuk mempelajari dan memahami nilai-nilai
Pancasila. Tujuan yang selanjutnya adalah menerapkan nilai-nilai Pancasila
tersebut ke dalam penyelenggaraan negara, terutama dalam proses pembuatan
Undang-Undang serta pembagian kekuasaan Negara republic Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Nilai-Nilai
Pancasila Dalam Praktek Penyelenggaraan Negara
Pancasila tidak akan bisa membumi jika hanya dijadikan
mitos tanpa model praktis dalam memecahkan masalah hidup masyarakat. Oleh
karena itu, Pancasila perlu di kembangkan sebagai metodologi hidup atau
ideologi praktis. Pada saat ini tidak ada lembaga yang menangani aplikasi Pancasila.
Bahkan dalam pendidikan, Pancasila bukan menjadi pelajaran wajib. Apabila
Pancasila tidak lagi menjadi perhatian pemerintah maupun masyarakat maka
berarti telah sengaja meminggirkan Pancasila sebagai ideologi Negara
2.1.1. Nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan
Nilai
ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa
terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini
menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang
ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk
memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak
berlaku diskriminatif antarumat beragama.
Nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku
sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati
nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Nilai persatuan
indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk
membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan
Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman
yang dimiliki bangsa indonesia.
Nilai
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Nilai
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar
sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur
secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan
normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif, isinya belum dapat
dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional dan eksplisit, perlu
dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai instrumental tersebut
adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagai nilai dasar,
nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan bersumber pada
kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai instrumental
penyelenggaraan negara Indonesia.
2.1.2.Nilai
Falsafah Hidup
Pancasila sebagai falsafah hidup Bangsa Indonesia tumbuh dan
berkembang bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya Bangsa Indonesia. Prinsip-prinsip
yang terdapat dalam Pancasila bersumber pada budaya dan pengalaman bangsa
Indonesia yang berkembang akibat usaha bangsa dalam mencari jawaban atas
persoalan-persoalan esensial yang menyangkut makna atas hakikat sesuatu yang
menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia.
2.1.3.Nilai
Ideologi
Ideologi negara dalam arti cita-cita negara memiliki
ciri-ciri sebagai diantaranta mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup
kebangsaan dan kenegaraan. Mewujudkan satu asas kerohanian pandangan dunia, pandangan
hidup yang harus di pelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada
generasi penerus bangsa, di perjuangkan dan dipertahankan.
Pancasila memenuhi syarat sebagai ideologi terbuka.
Hal ini dibuktikan dari adanya sifat-sifat yang melekat pada Pancasila maupun
kekuatan yang terkandung di dalamnya, yaitu pemenuhan persyaratan kualitas tiga
dimensi, yaitu dimensi realita, dimensi idealisme, dan dimensi fleksibilitas.
Dimensi realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang
terkandung di dalam ideologi tersebut secara nyata hidup di dalam serta
bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah masyarakat dan atau bangsanya
menjadi volkgeits/jiwa bangsa). Dimensi
idealisme, yaitu bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme
yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman
dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari. Dimensi fleksibilitas/dimensi
pengembangan, yaitu ideologi tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan
merangsang pengembangan pemikiran baru yang relevan dengan ideologi
bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari jati diri yang terkandung
dalam nilai-nilai dasarnya.
2.1.4.Nilai
Jiwa
Menurut Dewan Perancang Nasional, yang
dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri khas
bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa
lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari
garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Garis
pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan
budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu
sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan
berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol,
Belanda dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan
berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau
masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun
pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa
Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka
akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari
bangsa .
Demikianlah,
maka Pancasila yang gali dari bumi
Indonsia sendiri salah satunya yaitu merupakan Jiwa dan kepribadian
bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa
Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri
khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat
kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat
universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi
kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang
menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
2.1.5.Nilai
Pandangan Hidup
Pengertian pandangan hidup adalah suatu hal yang dijadikan
sebagai pedoman hidup, dimana dengan aturan aturan yang di buat untuk
mencapai yang di cita citakan. Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan
sarana ampuh untuk mempersatukan bangsa Indonesia dan memberi petunjuk dalam
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam masyarakat yang beraneka ragam sifatnya. Manfaat Pancasila sebagai pendangan hidup
diantaranya :
a.
Kekokohan dan tujuan, setiap bangsa yang ingin berdiri
kokoh danmengetahui jelas kearah mana tujuan yang ingin dicapai memerlukan
pandangan hidup.
b.
Pemecahan masalah, dengan pandangan hidup suatu bangsa
akan memandang persoalan yang dihadapi dan menentukan cara bagaimana memecahkan
persoalan.
c.
Pembangunan diri, dengan pandangan hidup suatu
bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaiman memecahkan masalah politik,
ekonomi, social dan budaya dalam gerak masyarakat yang makin maju dan akan
membangun dirinya.
Pancasila sebagai isi pandangan hidup :
a.
Konsep dasar, dalam pandangan hidup terkandung konsep
dasar ialah pikiran – pikiran yang di dalamnya terkandung gagasan
mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik yang dicita citakan suatu bangsa
b.
Pikiran dan gagasan, dalam pandangan hidup terkandung
pula pikiran yang terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan
yang dianggap baik
c.
Kristalisasi dan nilai, pandangan hidup adalah
kristalisasi nilai yang dimiliki bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya
dan menimbulkan tekad untuk mewujudkannya
2.2. Sistem
Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia
Kekuasaan
merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan
tindakan-tindakan yang diperintahkannya. Apakah Negara mempunyai kekuasaan?
negara memiliki banyak kekuasaan. Kekuasaan negara merupakan kewenangan Negara
untuk mengatur seluruh rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, serta
keteraturan. Apa saja kekuasaan negara itu? Kekuasaan negara banyak macamnya. Menurut
John Locke sebagaimana dikutip oleh Astim Riyanto dalam bukunya yang berjudul Negara
Kesatuan; Konsep, Asas, dan Aplikasinya (2006:273), kekuasaan negara dibagi
menjadi tiga macam yaitu:
a.
Kekuasaan legislatif, yaitu
kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang
b.
Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan
untuk melaksanakan undang-undang,termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap
pelanggaran terhadap undangundang
c.
Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan
untuk melaksanakan hubungan luar negeri.
2.2.1.
Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia
Dalam sebuah
praktik ketatanegaraan sering terjadi pemusatan kekuasaan pada satu orang saja,
sehingga terjadi pengelolaan sistem pemerintahan yang dilakukan secara absolut
atau otoriter. Untuk menghindari hal tersebut perlu adanya pemisahan atau pembagian
kekuasaan, sehingga terjadi control dan keseimbangan diantara lembaga pemegang
kekuasaan. Dengan kata lain, kekuasaan legislatif, eksekutif maupun yudikatif
tidak dipegang oleh satu orang saja. Apa sebenarnya konsep pemisahan dan
pembagian kekuasaan itu? Mohammad Kusnardi dan Hermaily Ibrahim dalam bukunya
yang berjudul Pengantar Hukum Tata Negara (1983:140) menyatakan bahwa
istilah pemisahan kekuasaan (separation of powers) dan pembagian
kekuasaan (divisions of power) merupakan dua istilah yang memiliki
pengertian berbeda satu sama lainnya. Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan
negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai organnya maupun
fungsinya. Setiap lembaga menjalankan fungsinya masing-masing. Contoh negara
yang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan adalah Amerika Serikat.Mekanisme
pembagian kekuasaan negara dibagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif
dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa
diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama.
Mekanisme pembagian ini banyak sekali digunakan oleh banyak negara di dunia,
termasuk Indonesia.
Bagaimana
konsep pembagian kekuasaan yang dianut Indonesia? Mekanisme pembagian kekuasaan
di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu
pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
1. Pembagian
kekuasaan secara horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian
kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan
yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara
horizontal pembagian kekuasaan negara di lakukan pada tingkatan pemerintahan
pusat dan pemerintahan daerah. Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan
pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara yang sederajat. Pembagian
kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya
perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud
adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga
jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan
negara, yaitu:
a.
Kekuasaan konstitutif, yaitu
kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini
dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 3 ayat (1)UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis
Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar.
b.
Kekuasaan eksekutif, yaitu
kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan
Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar.
c.
Kekuasaan legislatif, yaitu
kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat
memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
d.
Kekuasaan yudikatif atau disebut
kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan hakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan peradilanumum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan
tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
e.
Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu
kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan
dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa
Keuangan yang bebas dan mandiri.
f. Kekuasaan
moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank
Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara
memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,
tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang undang. Penanaman
Kesadaran Berkonstitusi. Pada hakikatnya pemegang kekuasaan Negara
di Indonesia adalah rakyat Indonesia sendiri. Hanya karena kita menganut sistem
perwakilan, kekuasaan yang dimiliki oleh rakyat didelegasikan kepada
pemerintah.
Sebagai rakyat Indonesia, kita harus mendukung setiap
program dari pemerintah. Wujud dukungan itu antara lain:
1.
Berpartisipasi dalam setiap proses
pengambilan kebijakan dengan cara menyampaikan aspirasi kita kepada pemerintah.
2.
Mengkritisi dan mengawasi setiap
kebijakan pemerintah
3.
Melaksanakan kewajiban sebagai rakyat
Indonesia, seperti kewajiban membayar pajak, kewajiban mendahulukan kepentingan
Negara dibandingkan kepentingan pribadi/ kelompok.
Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan
pemerintahan daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat,
yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung
antara Pemerintah provinsi (Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD provinsi.
Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara
Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil Walikota)
dan DPRD kabupaten/kota.
2. Pembagian
kekuasaan secara vertikal
Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan
pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara
beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan
ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia
berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan
provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung
pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan
pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota
terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat
dalam bidang administrasi dan kewilayahan. Pembagian kekuasaan secara vertikal
muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, Pemerintah Pusat menyerahkan
wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan
kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di
daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam
Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintah
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan dan pembahasan,
maka makalah ini memiliki beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Pancasila sebagai nilai dapat berupa Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya
pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam
semesta. Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran
sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas
dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mestinya. Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu
dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Nilai kerakyaran berupa musyawarah mufakat melalui
lembaga-lembaga perwakilan. Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat
Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah. Pancasila
bersumber pada budaya dan pengalaman bangsa Indonesia yang berkembang akibat
usaha bangsa dalam mencari jawaban atas persoalan-persoalan esensial yang
menyangkut makna atas hakikat sesuatu yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa
Indonesia.
2.
Penerapan
pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian
kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
3.2. Saran
1.
Penyelenggaraan
negera seharusnya ada evaluasi secara khusus dan bertahap dan adaya
pentanggungjawaban secara moriil kepada masyarakat mengenai tugas yang di
emban.
2.
Adanya
penerapan Nilai-nilai Pancasila sebagai issue
yang selalu di angkat oleh penyelenggara negara dan di sosialisasikan
kepada masyarakat.
3.
Sebaiknya
segala macam tindakan penyelengga negara dapat melihat secara visual kondisi
masyarakat dan menetapkan hukum yang sesuai aktualisasi nilai Pancasila untuk
kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.slideshare.net/ainiaikudou/makalah-penerapan-nilainilai-pancasila-dalam-penyelenggaraan-negara.
Online pada 28 September 2017
http://birumuda01.blogspot.co.id/2015/04/sistem-pembagian-kekuasaan-negara.html Online pada 28 September 2017
Koento Wibisono. 1988. Pancasila Ideologi
Terbuka. Magelang: Panitia Temu Karya Dosen-Dosen PTN Se-Jawa Tengah dan
Kopertis Wil.VI.
Abdulkadir
Besar. 1994. Pancasila dan Alam Pikiran Integralistik (Kedudukan dan Peranannya dalam Era Globalisasi). Yogyakarta:
Panitia Seminar “Globalisasi Kebudayaan dan Ketahanan
Ideologi” 16-17 November 1994 di UGM.